🌍 Pendahuluan
Tahun 2025 menjadi salah satu periode dengan jumlah bencana alam terbanyak di Indonesia. Hingga akhir tahun, lebih dari dua ribu kejadian dilaporkan, dan sebagian besar berupa banjir, tanah longsor, dan cuaca ekstrem. Kejadian yang paling menyita perhatian publik adalah banjir bandang dan tanah longsor besar yang melanda berbagai wilayah di Sumatra, terutama Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh.
Selain menelan ratusan korban jiwa, bencana tersebut menyebabkan kerusakan infrastruktur, ribuan rumah rusak, dan jutaan warga harus mengungsi. Peristiwa ini menunjukkan betapa eratnya hubungan antara faktor hidrometeorologi dan kondisi geologi suatu wilayah. Untuk memahami bencana semacam ini, analisis geologis menjadi sangat penting.
🔎 Peran Geologi dalam Bencana Banjir dan Longsor
1. Jenis Tanah dan Struktur Lapisan Bumi
Setiap wilayah memiliki karakteristik tanah dan batuan yang berbeda-beda. Di Sumatra, banyak daerah tersusun dari batuan sedimen dan tanah berlempung yang mudah menyerap air. Ketika curah hujan tinggi berlangsung berturut-turut, air meresap ke dalam tanah hingga tanah jenuh air dan kehilangan kekuatannya. Inilah yang memicu tanah longsor, terutama di daerah lereng curam.
Di beberapa daerah, lapisan tanah bagian atas terdiri dari material halus yang mudah tergerus. Bila terbawa arus sungai, material ini dapat memperparah banjir bandang.
2. Kemiringan Lereng dan Morfologi Daerah
Sumatra memiliki topografi yang kompleks: perbukitan, lembah, dan jalur Pegunungan Bukit Barisan yang memanjang dari utara ke selatan. Daerah perbukitan dengan kemiringan lereng tinggi memiliki risiko longsor besar ketika diguyur hujan ekstrem.
Bila lereng sudah mengalami pelapukan atau mengalami perubahan penggunaan lahan, kestabilannya menurun drastis.
3. Pengaruh Aktivitas Manusia
Faktor geologi semakin rentan ketika dikombinasikan dengan aktivitas manusia seperti:
- pembukaan lahan besar-besaran,
- penebangan hutan,
- pembangunan permukiman di wilayah lereng curam,
- buruknya sistem drainase.
Vegetasi yang hilang menyebabkan tanah kehilangan “penjaga alami”. Akar pohon tidak lagi menahan air dan tanah sehingga aliran permukaan meningkat tajam, memperparah banjir dan memicu longsor.
4. Curah Hujan Ekstrem
Curah hujan ekstrem akhir 2025 dipengaruhi fenomena cuaca besar yang menyebabkan hujan turun berhari-hari di banyak wilayah. Ketika hujan ekstrem bertemu kondisi geologi yang rentan, bencana menjadi lebih parah.
🌧️ Contoh Bencana Terbaru: Banjir & Longsor Sumatra 2025
Pada akhir November hingga awal Desember 2025, banjir bandang dan tanah longsor besar melanda beberapa provinsi di Sumatra. Berikut adalah gambaran kondisi berdasarkan laporan resmi lembaga penanggulangan bencana:
- Lebih dari 700 korban jiwa dilaporkan akibat banjir dan longsor.
- Lebih dari satu juta warga harus mengungsi karena rumah terendam atau rusak parah.
- Sejumlah jembatan, jalan lintas nasional, dan fasilitas umum putus sehingga menghambat proses evakuasi dan distribusi bantuan.
- Bahan bakar, air bersih, dan logistik sempat menipis karena akses utama menuju daerah terdampak tertutup material longsor.
- Daerah seperti Subulussalam, Singkil, Pasaman, Tapanuli, dan Pidie Jaya termasuk wilayah paling terdampak.
Penyebab utama bencana ini adalah hujan ekstrem berkepanjangan. Namun berbagai analisis menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan dan deforestasi di daerah hulu sungai memperparah skala bencana.
🛠️ Pelajaran Penting dari Perspektif Geologi & Mitigasi
1. Penyusunan Peta Zona Rawan Berbasis Geologi
Setiap daerah perlu memetakan zona rawan banjir, longsor, dan likuifaksi. Pemetaan ini harus mempertimbangkan:
- jenis tanah,
- kemiringan lereng,
- struktur batuan,
- kondisi vegetasi,
- aliran sungai,
- potensi gempa.
Dengan peta ini, pemerintah bisa menentukan area yang tidak boleh dijadikan permukiman.
2. Rehabilitasi Hutan dan Kawasan Hulu
Daerah hulu sungai yang gundul harus direhabilitasi. Akar pohon berfungsi sebagai pengikat tanah dan pengatur infiltrasi air. Tanpa hutan, air hujan langsung mengalir ke permukaan dan memperbesar risiko banjir bandang.
3. Pembangunan Infrastruktur Pengendali Air
Daerah rawan membutuhkan:
- tanggul pengaman,
- kolam retensi,
- jalur evakuasi,
- sistem peringatan dini berbasis sensor gerakan tanah atau tinggi muka air sungai.
Teknologi geospasial juga bisa membantu memantau perubahan kelembapan tanah di lereng.
4. Penataan Ruang Berbasis Ilmu Geologi
Pemerintah harus memastikan pembangunan mengikuti prinsip mitigasi bencana.
Misalnya:
- melarang pembangunan rumah di kaki atau puncak lereng curam,
- menata permukiman agar memiliki jalur evakuasi jelas,
- membatasi aktivitas tambang atau pembukaan lahan berlebihan.
5. Edukasi Publik dan Kesiapsiagaan
Masyarakat perlu mengenali tanda-tanda awal tanah longsor seperti:
- dinding rumah retak,
- suara gemeretak dari tanah,
- pohon atau tiang miring,
- air sumur tiba-tiba keruh.
Kesiapsiagaan ini bisa menyelamatkan banyak nyawa.
🔮 Penutup
Banjir bandang dan tanah longsor yang terjadi di Sumatra pada 2025 adalah pengingat keras bahwa bencana tidak hanya disebabkan oleh curah hujan ekstrem, tetapi oleh kombinasi antara kondisi geologi dan ulah manusia. Tanah yang rapuh, lereng curam, deforestasi, dan perubahan tata ruang membuat daerah semakin rentan ketika cuaca ekstrem datang.
Dengan memahami struktur geologi, memetakan zona rawan, menjaga lingkungan, dan menata ruang secara bijaksana, Indonesia bisa mengurangi dampak bencana di masa depan. Alam memang tidak bisa dicegah, tetapi kerusakan bisa diperkecil jika mitigasi dilakukan dengan tepat.